1.
Pengertian
JIT
Just In Time merupakan filosofi
pemanufakturan yang memiliki implikasi penting
dalam manajemen biaya. Ide dasar Just In Time sangat sederhana, yaitu berproduksi hanya apabila ada permintaan (full system) atau
dengan kata lain hanya memproduksi sesuatu
yang diminta, pada saat diminta, dan hanya sebesar kuantitas yang diminta.
Prinsip dasar Just In Time adalah
peningkatan kemampuan perusahaan secara terus
menerus untuk merespon perubahan dengan minimisasi pemborosan.
Perusahaan-perusahaan meningkatkan
perhatian terhadap keuntungan potensial dari:
1. Membuat pesanan pembelian yang lebih kecil dan lebih
sering.
2. Membangun kembali hubungan dengan pemasok.
Kedua hal di atas berhubungan
dengan peningkatan minat dalam sistem pembelian tepat
waktu (Just In Time). Pembelian Just In Time adalah pembelian barang atau
bahan sedemikian rupa sehingga pengiriman secara
tepat mendahului permintaan atau penggunaan.
Dalam keadaan ekstrim tidak adanya persediaan (barang untuk dijual bagi seorang pengecer, bahan baku barang dalam
proses atau barang jadi bagi seorang produsen)
yang ditahan.
Perusahaan yang menggunakan
pembelian Just In Time biasanya menekankan
biaya tersembunyi yang berhubungan dengan menahan tingkat persediaan yang tinggi. Biaya tersembunyi ini meliputi
jumlah ruang penyimpanan yang lebih besar dan
jumlah kerusakan–kerusakan yang cukup besar.
JIT mempunyai
empat aspek pokok sebagai berikut:
1)
Semua aktivitas
yang tidak bernilai tambah terhadap produk atau jasa harus di eliminasi.Aktivitas yang tidak bernilai tambah meningkatkan biaya
yang tidak perlu,misalnya persediaan sedapat mungkin nol.
2)
Adanya komitmen untuk selalu meningkatkan
mutu yang lebih tinggi. Sehingga produk rusak dan cacat sedapat mungkin
nol,tidak memerlukan waktu dan biaya untuk pengerjaan kembali produk cacat, dan
kepuasan pembeli dapat meningkat.
3)
Selalu diupayakan penyempurnaan yang
berkesinambungan (Continuous Improvement)dalam meningkatkan efisiensi kegiatan.
4)
Menekankan pada penyederhanaan aktivitas dan
meningkatkan pemahaman terhadap aktivitas yang bernilai tambah.
JIT dapat diterapkan dalam berbagai
bidang fungsional perusahaan seperti
misalnya pembelian, produksi,
distribusi, administrasi dan sebagainya.
v Prinsip Dasar
Just In Time
Untuk
mengaplikasikan metode JIT maka ada delapan prinsip yang harus dijadikan dasar
pertimbangan di dalam menentukan strategi sistem produksi, yaitu:
1)
Berproduksi sesuai dengan pesanan Jadual Produksi Induk
Sistem
manufaktur baru akan dioperasikan untuk menghasilkan produk menunggu setelah
diperoleh kepastian adanya order dalam jumlah tertentu masuk. Tujuan utamanya
untuk memproduksi finished goods tepat waktu dan sebatas pada jumlah yang ingin
dikonsumsikan saja (Just in Time), untuk itu proses produksi akan menghasilkan
sebanyak yang diperlukan dan secepatnya dikirim ke pelanggan yang memerlukan
untuk menghindari terjadinya stock serta untuk menekan biaya penyimpanan
(holding cost).
2) Produksi
dilakukan dalam jumlah lot
(Lot Size)
yang kecil untuk menghindari perencanaan dan lead time yang kompleks seperti
halnya dalam produksi jumlah besar. Fleksibilitas aktivitas produksi akan bisa
dilakukan, karena hal tersebut memudahkan untuk melakukan
penyesuaian-penyesuaian dalam rencana produksi terutama menghadapi perubahan
permintaan pasar.
3)
Mengurangi pemborosan (Eliminate Waste)
Pemborosan
(waste) harus dieliminasi dalam setiap area operasi yang ada. Semua pemakaian
sumber-sumber input (material, energi, jam kerja mesin atau orang, dan
lain-lain) tidak boleh melebihi batas minimal yang diperlukan untuk mencapai
target produksi.
4)
Perbaikan aliran produk secara terus menerus.
(Continous
Product Flow Improvement) Tujuan pokoknya adalah menghilangkan proses-proses
yang menimbulkan bottleneck dan semua kondisi yang tidak produktif (idle,
delay, material handling, dan lain-lain) yang bisa menghambat kelancaran aliran
produksi.
5)
Penyempurnaan kualitas produk (Product Quality
Perfection)
Kualitas
produk merupakan tujuan dari aplikasi Just in Time dalam sistem produksi.
Disini selalu diupayakan untuk mencapai kondisi “Zero Defect” dengan cara
melakukan pengendalian secara total dalam setiap langkah proses yang ada.
Segala bentuk penyimpangan haruslah bisa diidentifikasikan dan dikoreksi sedini
mungkin.
6)
Respek terhadap semua orang/karyawan (Respect to People)
Dengan
metode Just in Time dalam sistem produksi setiap pekerja akan diberi kesempatan
dan otoritas penuh untuk mengatur dan mengambil keputusan apakah suatu aliran
operasi bisa diteruskan atau harus dihentikan karena dijumpai adanya masalah
serius dalam satu stasiun kerja tertentu.
7)
Mengurangi segala bentuk ketidak pastian (Seek to
Eliminate Contigencies)
Inventori
yang ide dasarnya diharapkan bisa mengantisipasi demand yang berfluktuasi dan
segala kondisi yang tidak terduga, justru akan berubah menjadi waste bilamana
tidak segera digunakan. Begitu pula rekruitmen tenaga kerja dalam jumlah besar
secara tidak terkendali seperti halnya yang umum dijumpai dalam aktivitas
proyek akan menyebabkan terjadinya pemborosan bilamana tidak dimanfaatkan pada
waktunya. Oleh karena itu dalam perencanaan dan penjadualan produksi harus bisa
dibuat dan dikendalikan secara teliti. Segala bentuk yang memberi kesan
ketidakpastian harus bisa dieliminir dan harus sudah dimasukkan dalam
pertimbangan dan formulasi model peramalannya.
Ketujuh
prinsip pelaksanaan Just in Time dalam sistem produksi di atas bukanlah suatu
komitmen perusahaan yang diaplikasikan dalam jangka waktu pendek, melainkan
harus dibangun secara berkelanjutan dan merupakan komitmen semua pihak dalam
jangka panjang. Dalam jangka pendek, ada kemungkinan aplikasi Just in Time
dalam sistem produksi justru akan menambah biaya produksi mengikuti konsekuensi
proses terbentuknya kurva belajar.
v Pembelian dengan
Konsep JIT
Pembelian dengan Konsep JIT adalah sistem penjadwalan pengadaan
barang dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan penyerahan segera
untuk memenuhi
permintaan atau penggunaan. Pembelian JIT
dapat mengurangi waktu dan biaya yang berhubungan dengan aktivitas pembelian dengan cara:
1.
Mengurangi jumlah
pemasok sehingga perusahaan dapat mengurangi sumber-sumber yang dicurahkan dalam negosiasi dengan pamasoknya.
2.
Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya
negosiasi dengan pemasok.
3.
Memiliki pembeli atau pelanggan dengan program
pembelian yang mapan.
4.
Mengeliminasi atau mengurangi kegiatan dan
biaya yang tidak bernilai tambah
5.
Mengurangi waktu dan biaya untuk
program-program pemeriksaan mutu.
Penerapan pembelian JIT dapat mempunyai pengaruh pada sistem akuntansi biaya
dan manajemen dalam beberapa cara sebagai berikut:
-
Ketertelusuran
langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan.
-
Perubahan “cost pools” yang digunakan untuk
mengumpulkan biaya.
-
Mengubah dasar yang digunakan untuk
mengalokasikan biaya sehingga banyak biaya tidak langsung dapat
diubah menjadi biaya langsung.
-
Mengurangi perhitungan dan penyajian
informasi mengenai selisih harga beli secara individual
-
Mengurangi biaya administrasi penyelenggaraan
sistem akuntansi.
2. Tujuan JIT
Tujuan JIT adalah untuk
mengangkat produktifitas dan mengurang pemborosan. Just In Time didasarkan pada
konsep arus produksi yang berkelanjutan dan mensyaratkan setiap bagian proses produksi bekerja sama
dengan komponen komponen lainnya. Tenaga kerja langsung dalam lingkungan Just
In Time dipertangguh dengan perluasan tanggung
jawab yang berkontribusi pada pemangkasan
pemborosan biaya tenaga kerja, ruang dan waktu produksi.
3.
Manfaat
JIT
antara lain :
antara lain :
1) Mengurangi
ruangan gudang untuk penyimpanan barang.
2) Mengurangi
waktu setup dan penundaan jadwal produksi.
3) Mengurangi
pemborosan barang rusak dan barang cacat dengan mendeteksi kesalahan pada
sumbernya.
4) Penggunaan
mesin dan fasilitas secara baik.
5) Menciptakan
hubungan yang lebih baik dengan pemasok.
6) Loyout
pabrik yang lebih baik.
7) Pengendalian
kualitas dalam prosess.
4. Keunggulan dan Kelemahan Sistem JIT
ü Keunggulan
adalah dapat mengurangi biaya tenaga kerja,
persediaan, risiko kerusakan, dan peningkatan kualitas produk. Keunggulan
tersebut seiring dengan adanya Total Quality Management dalam penerapan
sistem JIT sehingga risiko kerusakan dapat ditekan dan kerugian akibat retur
barang rusak oleh pelanggan dapat dikurangi karena Total Quality Management juga
menitikberatkan pada peningkatan kualitas dari produk. Selain itu, biaya
tenaga kerja dapat ditekan karena jumlah persediaan diusahakan menjadi seminim
mungkin sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan dalam mengawasi tidak perlu dalam
jumlah yang banyak. Biaya penyimpanan juga dapat ditekan hingga seminimal
mungkin akibat dari persediaan yang disimpan juga sedikit.
ü Kelemahan
adalah
sulit mencari pemasok, biaya pengiriman tinggi, kesulitan menghadapi perubahan
permintaan, tuntutan sumber daya manusia yang multifungsi, dan perlengkapan
teknologi yang membutuhkan biaya besar. Dalam JIT pemasok merupakan faktor
penting dalam persediaan di mana selain berpengaruh terhadap penyediaan
persediaan stok juga berpengaruh dalam harga dari persediaan yang akan dibeli.
Permasalahannya adalah sulitnya mencari pemasok terutama usaha seperti warteg.
Hal inilah yang menjadi kendala warteg dalam mengendalikan harga persediaan.
Harga persediaan secara langsung akan mempengaruhi harga pokok produksi.
Semakin tinggi harga beli persediaan akan turut meningkatkan harga pokok
penjualan. Jika ingin keuntungan meningkat, maka warteg harus menaikkan harga.
Namun, warteg akan lebih memilih harga yang tetap agar dapat bersaing dengan
harga di warteg lain. Pelanggan menjadi prioritas utama dalam bisnis usaha
warteg. Sebab menggunakan JIT, warteg menjadi kesulitan dalam meramalkan
permintaan. Hal ini juga akan menjadi biaya yang terbuang percuma jika warteg
tidak dapat menjual seluruh produksi yang telah ditetapkan. Terkait dengan
bagaimana untuk mengecilkan biaya-biaya seperti biaya penyimpanan, sistem JIT
justru tinggi. Hal ini dikarenakan adanya permintaan barang untuk dikirim dalam
waktu yang terkadang tidak dapat ditentukan dan cenderung tiba-tiba sehingga
dalam prakteknya biaya pengiriman relatif lebih tinggi. Sistem JIT juga
mewajibkan akan adanya teknologi yang tinggi. Sebab, dengan permintaan yang
cenderung cepat dan tiba-tiba serta tidak membutuhkan waktu yang relatif lama
maka teknologi tinggi serta sumber daya manusia yang multifungsi merupakan hal
yang sangat penting untuk dipenuhi. Namun, sayangnya dalam penerapannya kedua
hal tersebut sulit untuk dipenuhi karena keterbatasan dalam penerapan teknologi
dan sulit mencari sumber daya yang berkompeten dan multifungsi.